Pages

Mengenai Saya

Shasha Riezma Merliavilda | Just want my parents smiling proudly as my success. | Twitter : @ShashaRiezmam
Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 06 Mei 2014

Kepekatan Jalan

Aku berjalan di pusat kota, lampu di trotoar jalanan menyorot-nyorot temaram. Langkah, demi langkah berlalu per-lima detiknya. Angin menembus lewat celah-celah yang bisa terlewati, suhu rendah dengan tekanan udara yang cukup tinggi membuat tubuhku tidak bisa protes untuk merasakan dinginnya malam itu. Di antara jutaan manusia, namun jiwaku merasa dalam alam yang berbeda; hanya aku, dan Tuhan. Di atas jalanan kota, kakiku memijakkan langkah yang tenang dan datar. Merasa ramai raga, sepi jiwa. Terkadang aku berfikir, bahwa aku berada di tempat yang salah, mungkin insan lain tidak paham dengan rasa aneh yang muncul pada otak tertentu, merasa mati jiwa dan hilang rasa. Asing. Lampu-lampu kota temaram yang aku lihat, bagai bola ajaib yang membuat tersorotnya makhluk lain, tumbuhan dan pepohonan mempunyai mata-mata aneh yang memperhatikan setiap gerakku, kursi kosong yang tidak terpakai, mengaba-aba perintah yang sukar. Akupun mendengar, raungan pohon besar, tua yang menyeramkan, menjerit pelik enggan bungkam dari jahannam, aku mencoba menanyakan gerangan raungannya, banyak konon dari sang rumput dan burung hantu, ia sering merasakan sakit karena ulah makhluk biadab yang sembarang tusuk benda tajam demi kerakusan, menjadikan tubuhnya penuh dengan tempelan omong kosong. Konon, pohon tua itu dahulunya adalah pohon mewah nan cantik, ia merasa bahagia menjadi hiasan indah di tengah ramai kota, ia pun awalnya merasa bangga, dengan adanya tempelan-tempelan itu di badannya, walaupun ia merasakan lara yang teramat sangat. Tunggu, jangan tertawa, aku menceritakan ini sungguhan. Aku bertanya kepada sang burung hantu, lantas apa yang membuatnya meraung, bukankah ia merasa bangga dengan jasanya. Burung hantu menjawab tegas, ia tidak tahan dengan benda tajam yang menempel merekat, kuat, melekat pada batangnya, sesekali pada tengah malam, burung hantu mencoba membantunya, melepaskan paku-paku yang rekat, namun nihil hasil, benda tajam itu justu melukai kaki burung hantu. Benda itu terus tertananam berkelamaan, hingga usang dan membuat pohon terinfeksi dan merasa semakin nyeri, makhluk tumbuhan semesta hanya bisa berdoa agar sang pohon besar tua di hilangkan rasa sakitnya, entah sampai kapan bahkan sampai pohon tua mati secara mengenaskan dengan puluhan benda tajam.

Dari dunia yang tidak di ketahui, dari sisi lain jeritan riang insan manusia.

Jambu, wangon, enam mei, dua ribu empatbelas -@ShashaRiezmam

separador

0 komentar:

Posting Komentar

Followers